Qultu ___Man Ana?

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Dilahirkan di lereng gunung Lawu,Magetan 1990 silam dengan nama Jarot Amirudin bin Sunarto bin Shalihin. Mengenal dakwah tatkala remaja setelah sebelumnya berkutat dengan macam - macam sampah pemahaman. Kini Jarot memiliki nama baru : Abdurrahman. Maka panggil saya Abu Mas'ud Abdurrahman Jarot. Mencoba membuat blog untuk menyalurkan tulisan yang digubah saat mondok di Ngawi atau saat ini di sela kesibukan mengajar di SDI Darul Arqom Surabaya.

Jumat, 20 Mei 2011

Berhias Dengan Nama Islami (bag.1)


PRAKATA

Nama bagi manusia merupakan perhiasan dan syi’ar, yang mana seseorang akan dipanggil dengannya di dunia dan akhirat. Nama merupakan penunjuk sesuatu, yang orang sangat merasakan manfaat dengannya. Karena demikian penting, selayaknya seseorang memahami penamaan dirinya atau anak–anaknya dengan nama Islami, terkhusus bahasa Al-Qur’an (‘Arab).

Adalah merupakan kebanggaan bagi kaum muslimin ketika dia membuka kumpulan biografi para ulama salaf maupun kalangan orang mulia dia dapati nama-nama Islami bertebaran. Abdullah, Muhammad, Abdurrahman, Aisyah, dan semisalnya. Nama-nama yang lekat dengan ekstensi Islam itu sendiri.

Adapun nama-nama Ajam (non ‘Arab) yang biasa digunakan kaum kuffar seperti John, Agustin, Yulia, Gandhi, Laura dan semisalnya tertolak dari keutamaan segi bahasa maupun syar’inya. Nama-nama Ajam itu menyelinap deras di kalangan awam dan merusak kecintaan kaum muslimin menamai anak-anaknya dengan bahasa Al-Qur’an.

Bila sebuah buku sering dinilai karena judulnya, manusia dikenal karena namanya. Lalu bagaimana kita bisa mudah membedakan orang muslim dengan orang kafir jika kaum muslimin bangga berhias dengan nama kaum kuffar? Kita tentu tidak berharap pendengaran kita sakit karena mendengar tetangga kita yang muslim menamai anaknya yang laki dengan Alex dan yang wanita dengan Laura (misalnya). Jadilah panggilan itu sebagai perhiasan yang menyedihkan di dunia dan akhirat bagi orang yang mau jujur dan memikirkan.

DEFINISI NAMA

Ditinjau dari segi bahasa:

  1.  Nama adalah petunjuk sesuatu yang mana sesuatu itu bisa dikenal.
  2.  Nama adalah kata yang menunjukkan makna dari kata itu sendiri dan tak bisa dikaitkan dengan waktu (lihat Mu’jamul Wasith 1/452)
  3.  Nama adalah petunjuk dari sesuatu dan dengannya bisa diketahui karakteristiknya (Mu’jam Alfadhil Qur’an hal 250)

Al-Qur’an menyebut nama person tertentu dalam konteks cerita atau perintah dalam berbagai tempat. Allah Ta’ala berfirman:

يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَىٰ لَمْ نَجْعَل لَّهُ مِن قَبْلُ سَمِيًّا

“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.”(QS. Maryam: 7)

Maka hakikat nama bagi seorang insan adalah sebagai penunjuk karakter dan pembeda. Oleh karena itu jika seorang anak misalnya tak memiliki nama maka ia tak bisa dikenal dan tak bisa dibedakan.

HUKUM MEMBERI NAMA

Disebut oleh Ibnu Hazm rahimahullah dalam kitab Maratib Al Ijma’, bahwa para ulama sepakat tentang wajibnya memberi nama pada setiap anak; lelaki atau wanita.

WAKTU PEMBERIAN NAMA

Disunnahkan pada hari ketujuh setelah kelahiran, dengan dalil:

Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan kambing di hari ketujuh dari kelahirannya, dinamai pada hari itu,d an dicukur rambutnya.” (HR Tirmidzi 1552,lihat pula Irwaul Ghalil juz 4 no.1169)

Diperbolehkan menamai anak sebelum hari ketujuh.

Dalilnya adalah:

Dari Abu Musa al Asy’ari radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Telah lahir seorang anakku lalu aku membawanya menuju Nabi Shalallahu alaihi wassalam maka beliau menamainya Ibrahim, mentahniknya dengan kurma, dan mendoakan barokah padanya. Setelah itu dikembalikan padaku.” (HR Bukhari 5467)

Berkata Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari:

“Bagi siapa yang tidak melaksanakan aqiqah, hendaknya tidak mengakhirkan pemberian nama hingga hari ketujuh sebagaimana dalam kisah Ibrahim bin Abi Musa dan Abdullah bin Abi Tholhah, begitu juga Ibrahim anak Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan Abdullah bin Zubair. Tidak ada riwayat bahwa salah satu dari mereka diaqiqahi”

Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah:

“Adapun perkara ini adalah perselisihan di kalangan ulama dan masuk dalam khilaf tanawwu’ yang diperbolehkan yang menunjukkan pula tentang keluasan perkara ini, walhamdulillah.” (Tasmiyatul Maulud hal 28)

Memberi nama adalah hak Ayah

Adalah dalil yang diambil dari ucapan ana dalam sub bahasan ini adalah perbuatan para shahabat radhiyallahu ‘anhum. Terdapat riwayat yang menunjukkan para sahabat membawa anaknya ke Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam untuk dinamai. Maka inilah dasarnya, seorang ayah mempunyai hak terhadap nama anaknya. Terserah sang ayah, apakah ia menamai anaknya sendiri atau dia bawa ke seorang alim untuk dinamai.

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Disenangi bagi orangtua menyerahkan seorang anak kepada orang shalih untuk dinamai dengan nama yang disenangi bagi anaknya.” (Al Minhaj juz 14 hal 124)

NASAB ANAK

Anak dinasabkan dengan nama ayahnya bukan dengan nama ibunya.

Dalilnya:

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ ۚ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 5).

Maka ini menunjukkan kesalahan penamaan dengan penyandaran pada ibunya, sebagaimana ada terjadi di sebagian Nusantara ini.

Kamis, 19 Mei 2011

Mendulang Faedah dari Percikan Surat Luqman

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Assalaamu’alaykum warohmatulloohi wa barokaatuh
Mayoritas orang tua tentunya menginginkan anak-anaknya kelak menjadi sosok manusia yang baik, taat, berbakti, dan semisalnya.
Sekian macam langkah dilakukan oleh para orang tua demi mewujudkan harapannya tersebut.
Bahkan, tidak sedikit pula yang sampai mengikuti seminar-seminar tentang pendidikan anak (baik seminar dgn pembicara Muslim maupun kafir).
Sebagai seorang Muslim yang beriman kepada Al Qur’an, walhamdulillaah, telah Allah Ta’ala berikan salah satu contoh nyata tentang bagaimana langkah-langkah di dalam pendidikan anak.
Dan hal ini secara khusus dan berurutan telah dijelaskan di dalam surat Luqmaan (surat ke 31), terkhusus mulai ayat 12 sampai ayat 19.
Hanya saja, kebanyakan dari kita sebagai seorang Muslim justru enggan atau bahkan acuh tak acuh terhadap pengajaran yang Allah Ta’ala berikan ini.
Sebagian dari kita justru lebih banyak mengoleksi buku-buku pendidikan anak yang notabene berasal dari hasil tulisan orang-orang kafir ataupun orang-orang yang tidak jelas keimanannya.
Lantas, mengapa justru kita tidak mengambil saja apa yang telah dijelaskan di dalam Al Qur’an ???
Tidakkah kita mau mengambil hikmah ini wahai Saudaraku ???
A.   Surat Luqmaan ini Allah Ta’ala awali dengan peringatan bagi umat manusia yaitu menerangkan bahwa Al Qur’an ini merupakan hikmah, petunjuk, dan rohmat bagi orang-orang yang muhsinin yaitu orang-orang yang berbuat amal-amal sholih.
Berikut ini ayatnya 1-5 :
سُوۡرَةُ لقمَان
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
الٓمٓ
تِلۡكَ ءَايَـٰتُ ٱلۡكِتَـٰبِ ٱلۡحَكِيمِ
هُدً۬ى وَرَحۡمَةً۬ لِّلۡمُحۡسِنِينَ
ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُم بِٱلۡأَخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ
أُوْلَـٰٓٮِٕكَ عَلَىٰ هُدً۬ى مِّن رَّبِّهِمۡ‌ۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
1.   Alif Laam Miim,
2.   Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmah,
3.   menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan,
4.   (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat.
5.   Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
B.   Kemudian, tatkala mengawali kisah tentang Luqman (beliau adalah seorang hamba Allah yang sholih_sebagian riwayat menyebutkan bahwa beliau adalah bekas budak dari Habasyi/Ethiopia) diceritakan bahwa hikmah yang awal kali Allah berikan kepadanya adalah perintah untuk senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala yang merupakan Dzat yang telah memberikan segala macam kenikmatan kepada kita sejak kita masih berupa nuthfah di dalam rahim ibu kita.
Berikut ini ayatnya :
وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا لُقۡمَـٰنَ ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ وَمَن يَشۡڪُرۡ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيد
Ayat 12 : Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Dari ayat ini bisa pula diambil faedah bagi pasangan suami istri yang belum dikarunia anak untuk juga tetap senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala. Di sini terdapat bentuk keindahan Al Qur’an. Ketika Allah akan menceritakan tentang pendidikan anak, maka diingatkan dulu agar manusia (para orang tua) untuk bersyukur kepada nikmat-2 Allah. Sehingga, tatkala ada orang tua yg belum dikaruniai anak oleh Allah membaca ayat ini, maka ia akan senantiasa ingat untuk bersyukur kepada nikmt-nikmat Allah yang lainnya sehingga ia tidak terjatuh ke dalam bentuk ketidakpuasan terhadap taqdir Allah kepadanya. Subhanallooh.
C.   Lalu, ketika Luqman Al Hakim ini mengajarkan perkara-perkara penting kepada anaknya, maka diawali dengan perintah untuk senantiasa mentauhidkan Allah dan tidak mensekutukanNya di dalam peribadatan apapun bentuknya. Dan kalau kita perhatikan susunan ayat-ayatnya, maka hal tersebut merupakan susunan urut-urutan yang diawali dengan perkara yang paling penting kepada perkara penting lainnya. Di sini juga terletak contoh keindahan bahasa Al Qur’an.
Berikut ini ayatnya :
وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَـٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُ ۥ يَـٰبُنَىَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ‌ۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٌ۬
Ayat 13 : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.”
Dari ayat ini, kita ketahui pula bahwa da’wah yang pertama kali harus kita tanamkan kepada orang lain (termasuk anak-anak kita) adalah da’wah untuk mentauhidkan Allah dan memperingatkan manusia untuk tidak berbuat syirik kepada Allah Ta’ala.
Hal ini tentunya sangat jauh berbeda dengan sebagian kelompok da’wah yang mana mereka ada yang memulai da’wah mereka dengan perbaikan hati (jagalah hati), atau dengan dzikir jama’i, atau dengan shodaqoh, atau dengan perbaikan akhlaq, atau dengan perbaikan melalui jalur politik, atau perbaikan melalui jalur ekonomi, atau lainnya. Tidak kita pungkiri bahwa hal-hal ini adalah perkara penting yang juga diatur did alam Islam. Hanya saja, apakah demikian caranya di dalam memulai awal suatu da’wah ??? Berpikirlah wahai orang-orang yang berakal….
D.   Setelah Allah perintahkan untuk mentauhdikanNya, maka dilanjutkan dengan perkara berikutnya yaitu berbuat baik kepada orang tua meskipun orang tuanya adalah kafir/musyrik (hanya saja, perintah berbakti kepada orang tua terbatas pada hal-hal yang ma’ruf)
Beikut ini ayatnya :
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُ ۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٍ۬ وَفِصَـٰلُهُ ۥ فِى عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡڪُرۡ لِى وَلِوَٲلِدَيۡكَ إِلَىَّ ٱلۡمَصِيرُ
وَإِن جَـٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِى مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌ۬ فَلَا تُطِعۡهُمَا‌ۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِى ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفً۬ا‌ۖ وَٱتَّبِعۡ سَبِيلَ مَنۡ أَنَابَ إِلَىَّ‌ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأُنَبِّئُڪُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
Ayat 14: Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tua; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam waktu dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Ayat 15: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Di dalam ayat ini terdapat faedah pula bahwa terhadap orang tua yang telah banyak memberikan kebaikan kepada anak, maka sudah sepantasnya untuk si anak tersebut membalas kebaikan orang tuanya dengan berbuat baik kepada orang tua sebagai wujud rasa syukur kepada Allah dan kedua orang tua. Semua manusia (baik yang Muslim maupun yang kafir) tentunya akan sepakat bahwa sudah sepatutnya bagi setiap anak untuk berbuat baik dan berbakti kepada orang tua. Lantas, apabila demikian keadaannya terhadap orang tua, maka tentunya sudah pasti seluruh manusia pun sudah sepatutnya untuk berbakti kepada Allah sebagai wujud rasa syukur kepada Allah yang telah melimpahkan kenikmatan-kenikmatan kepada seluruh makhluqNya melebihi apa yang telah diberikan orang tua terhadap anaknya. Oleh karena itu, tidakkah kalian menyadari hal ini wahai orang-orang yang berakal ???
Selanjutnya, di dalam ayat ini pula terdapat faedah bahwa perintah berbakti kepada orang tua hanyalah dalam perkara yang ma’ruf. Sehingga, apabila orang tua  ada yang memerintahkan kepada anaknya dalam perkara yang merupakan maksiat kepada Allah Ta’ala, maka tidak boleh bagi si anak untuk menta’atinya. Akan tetapi, tetap wajib bagi si anak untuk bergaul kepada orang tuanya di dunia ini dengan pergaulan yang baik.
Semisal dengan hal ini adalah bentuk keta’atan seorang rakyat kepada pemimpinnya. Semua rakyat wajib untuk menta’ati pemimpinnya yang Muslim dalam perkara yang ma’ruf. Apabila pemimpinnya memerintahkan kepada perkara yg merupakan maksiat kepada Allah, maka tidak boleh bagi rakyat untuk menta’atinya. Akan tetapi, tetap wajib bagi rakyat untuk bergaul dengan pemimpinnya di dunia ini dengan pergaulan yang baik yakni dengan tidak memberontak kepada pemimpinnya.
Hal ini tentunya pula bertentangan dengan sebagian kaum Muslimin yang demikian mudahnya memberontak kepada para pemimpin mereka hanya dikarenakan kekeliruan yang diperbuat oleh pemimpin mereka. Padahal, apabila diteliti lebih jauh, kekeliruan yang dilakukan tersebut tidaklah segampang itu disebut sebagai kekeliruan yang mengeluarkan pemimpin tadi dari keIslaman. Semoga Allah memperbaiki kondisi kaum Muslimin.
E.   Setelah perintah berbakti kepada orang tua, lalu diajarkan kepada anak untuk senantiasa memiliki rasa muroqobah (merasa selalu diawasi oleh Allah) karena salah satu sifat Allah adalah Al Lathiiful Khobiir (Maha Halus lagi Maha Mengetahui) . Karena, dengan munculnya sikap muroqobah terhadap seorang anak, maka hal ini merupakan fungsi kontrol yang paling baik bagi diri si anak tersebut meskipun ia dalam kondisi seorang diri di kegelapan malam.
Berikut ini ayatnya :
يَـٰبُنَىَّ إِنَّہَآ إِن تَكُ مِثۡقَالَ حَبَّةٍ۬ مِّنۡ خَرۡدَلٍ۬ فَتَكُن فِى صَخۡرَةٍ أَوۡ فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ أَوۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ يَأۡتِ بِہَا ٱللَّهُ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ۬
Ayat 16 : (Luqman berkata): “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Dengan tertanamnya sikap ini dengan kokoh, maka si anak akan menjadi sosok yang akan senantiasa mawas diri baik ketika berada di sisi orang tua maupun ketika seorang diri. Oleh karena itulah, sebagian ‘ulama ada yg berkata secara makna : “apabila engkau seorang diri, maka janganlah engkau mengatakan “aku sedang sendirian”. Akan tetapi katakanlah: “aku sedang diawasi” “
Sehingga, tatkala si anak ingin melakukan perkara kejelekan sekecil apapun, maka ia akan mawas diri dan yakin bahwa bila ia melakukan kejelekan maka Allah kelak akan membalasnya dengan adzab yg pedih, yang pada akhirnya si anak tersebut tidak jadi untuk berbuat kejelekan. Dan demikian pula sebaliknya, bila ia berbuat kebajikan sekecil apapun, maka ia akan tetap semangat utk menambah kebajikannya karena ia yakin bahwa Allah akan membalasnya dengan surga yg penuh kenikmatan, meskipun seluruh manusia mencelanya.
F.   Kemudian, dilanjutkan dengan perintah untuk menuntut ilmu sebagai sarana untuk melakukan ibadah-ibadah secara benar serta bersabar di dalamnya..
Berikut ini ayatnya :
يَـٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ‌ۖ إِنَّ ذَٲلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ
Ayat 17 : Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Mungkin ada yang bertanya, dari mana bisa diambil faedah tentang perintah menuntut ilmu padahal ayat tersebut tidak secara tegas menyebutkannya??? Jawabannya, bahwa perintah pada ayat tersebut adalah mendirikan sholat (aqimishsholaah), dan memerintahkan kepada yg ma’ruf (wa’mur bil ma’ruuf), dan mencegah dari perkara yg mungkar (wa anha ‘anil munkar). Perintah mendirikan sholat berarti hanya sekedar melakukan sholat semata, akan tetapi melakukan sholat dengan benar dengan segala macam tatacaranya. Dan untuk bisa mendirikan sholat dengan benar, tentunya mau tidak mau harus mengetahui apa saja syarat-2nya, rukun-2nya, wajib-2nya, dan lainnya. Dan untuk mengetahui hal-hal tersebut, maka mau tidak mau pula maka harus melalui proses menuntut ilmu agama secara benar.
Demikian pula dengan amalan ibadah amar ma’ruf nahi munkar. Tentunya, tidaklah mungkin seseorang bisa beramar ma’ruf nahi munkar dengan tanpa modal ilmu. Oleh karena itulah, hendaknya orang tua semangat untuk memberikan dorongan menuntut ilmu bagi si anak dan juga dirinya sendiri.
Ironisnya, saat ini kita lihat betapa banyaknya umat Islam yang ahli di dalam perkara-perkara dunia akan tetapi terhadap tata cara wudhu’ dan sholat pun ia tidak mengetahuinya. Padahal, bisa jadi ia adalah seorang yang bergelar S1, S2, S3, Professor did alam ilmu-ilmu duniawi, akan tetapi sayangnya terhadap ilmu agamanya yang sehari-hari ia kerjakan pun ia tidak mengetahuinya. Walloohul Musta’an.
Selanjutnya, setelah seseorang telah mampu berilmu dan beramal kebaikan, maka hendaknya ia bersabar terhadap hal-hal yang akan menimpanya. Dinukil dari sebagian riwayat secara makna bahwa suatu saat Luqman berjalan menaiki keledai didampingi anaknya berjalan kaki memasuki pasar. Ketika dilihat oleh orang-orang di pasar, ada yang mencelanya mengatakan: “sungguh orang tua yg tidak tau diri. Mengapa ia biarkan anaknya berjalan kaki?” Kemudian, lalu Luqman turun dari keledainya dan menaikkan anaknya ke atas keledai dan melanjutkan perjalanannya. Ternyata ada lagi yang mencelanya seraya mengatakan: “sungguh anak yang tidak tau berbakti, mengapa ia tega membiarkan ayahnya berjalan kaki?”. Kemudian Luqman pun menaiki keledai bersama anaknya dan melanjutkan perjalannya. Ternyata, ada lagi orang yang mencelanya mengatakan: “sungguh teganya mereka, mengapa keledai yg kecil itu dinaiki oleh 2 orang?”. Kemudian, akhirnya Luqman dan anaknya pun turun dari keledai dan berjalan sambil menuntun keledainya. Ternyata, masih saja ada yang mencelanya seraya berkata: “sungguh bodoh mereka berdua, mengapa ia biarkan keledainya tidak dinaiki?”.
Walhasil, kemudian Luqman pun menasihati anaknya bahwa apapun yang dilakukan oleh seseorang dari perkara kebaikan, maka pasti akan ada orang-orang yang akan mencelanya. Sehingga hendaknya seseorang itu bersabar di dalam menjalani keta’atan kepada Allah. Oleh karena itulah di ayat 17 ini terdapat nasihat untuk bersabar terhadap apa yang kelak menimpa kita di dalam menjalani keta’atan. Dan bagi yang sudah belajar utsuluts tsalatsah nya karya Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahullooh, maka sungguh hal ini sangat sesuai dengan kandungan ayat ini yakni ber’ilmu sebelum beramal, ber’amal, berda’wah (amar ma’ruf nahi munkar), kemudian bersabar di atasnya. Subhanallooh. Dengan demikian pula, sungguh telah keliru orang-orang yg menjelek-jelekkan Beliau dgn sebutan membuat aliran baru “wahhabi”. Tidakkah mereka mau berpikir dgn jernih ???
G.   Perintah selanjutnya adalah perintah untuk senantiasa bergaul dengan manusia dengan baik, atau dalam kata lain adalah perbaikan akhlaq dan adab.
Berikut ini ayatnya :
وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِى ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًا‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٍ۬ فَخُورٍ۬
وَٱقۡصِدۡ فِى مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَ‌ۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٲتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ
Ayat 18 : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Ayat 19 : Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Di dalam ayat ini terdapat beberapa contoh akhlaq dan adab yang luhur yaitu :
-     Senantiasa rendah hati kepada manusia
-     Bergaul dgn wajah yang baik terhadap manusia
-     Berjalan di muka bumi dengan cara yang baik dan tidak menyombongkan diri
-     Bersuara yang lunak di dalam berbicara
-     Tidak berbicara dengan suara yang keras atau berteriak-teriak
Wahai manusia, dengan sedikit saja penjelasan dari sedikit ayat di dalam Al Qur’an di atas, masihkah kalian menganggap Islam sebagai agama yang keras dan tidak beradab ???
Wahai kaum Muslimin, dengan sedikit saja penjelasan dan pengajaran dari sedikit ayat di dalam Al Qur’an di atas, masihkah kalian akan menoleh kepada sumber-sumber rujukan selain Islam ???
Berpikirlah wahai orang-orang yang memiliki akal…!!!
Semoga sedikit tulisan ini bermanfaat.
~ Ringkasan secara makna dari khutbah Jum’at  di Masjid Darul Arqom Perumahan Babatan Indah Surabaya pada 16 Shofar 1432 H atau 21 Januari 2011 ~ ( dengan beberapa tambahan kata dari Akhuna Abu Hamzah Penta Satriya).