Qultu ___Man Ana?

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Dilahirkan di lereng gunung Lawu,Magetan 1990 silam dengan nama Jarot Amirudin bin Sunarto bin Shalihin. Mengenal dakwah tatkala remaja setelah sebelumnya berkutat dengan macam - macam sampah pemahaman. Kini Jarot memiliki nama baru : Abdurrahman. Maka panggil saya Abu Mas'ud Abdurrahman Jarot. Mencoba membuat blog untuk menyalurkan tulisan yang digubah saat mondok di Ngawi atau saat ini di sela kesibukan mengajar di SDI Darul Arqom Surabaya.

Minggu, 20 November 2011

Ajiib !!!!!! 5 Buku dalam 1 Teks

Pernah mendengar novel “La Disparition”?
Itu adalah novel sekitar 315 halaman berbahasa Perancis karangan Georges Perec tahun 1969 yang sama sekali tidak menggunakan huruf “e”. Padahal huruf ini adalah huruf paling penting dalam bahasa tersebut. Novel inipun akhirnya diterjemahkan ke beberapa bahasa dengan pola yang sama, misalnya ke dalam Bahasa Inggris oleh Gilbert Adair dengan judul “A Void” yang juga sama-sama tidak menggunakan huruf “e”. A Void ditulis tahun 1995 dan mendapatkan Scott Moncrieff Prize.
Uniknya lagi, Perec juga membuat novel heboh lagi pada tahun 1972 dengan judul “Les Revenentes”. Teks novel ini, semua vokalnya hanya menggunakan huruf “e”!
Otak manusia memang disetting oleh Yang Maha Kuasa untuk ‘lumayan’ potensial untuk menghasilkan temuan-temuan hiperteks yang seolah-olah mustahil ini. Tapi tenyata, ini fenomena lama. Di dunia Keilmuan Islam Klasik (turats), hal yang lebih heboh dari itu ternyata sudah sering terjadi. Misalnya ada kreasi 30 khuthbah Ibnul Jawzi yang masing-masingnya menghindari huruf-huruf tertentu. Ada juga bait-bait syair yang simetris sehingga bisa dibaca bolak-balik hurufnya, dan ada juga yang bisa dibaca secara horizontal maupun vertikal dengan isi yang sama. Ada juga bait syair yang kalau dibaca semuanya jadinya syair pujian, tapi kalau dibaca sisi kanannya saja ia menjadi syair celaan. Dan ada yang kalau dibaca dari arah kanan isinya pujian, tapi kalau dibaca dari arah kiri (di balik kata-katanya), jadinya adalah bait-bait celaan. Malahan ada yang menulis buku tafsir Al-Quran lengkap dengan tanpa menggunakan huruf bertitik satupun (!), padahal huruf bertitik itu adalah separuhnya aksara Arab.

Nah, yang kita review sekarang ini adalah buku yang memuat 5 buku.

Bingung..?
Ya, buku ini judulnya “`Unwaanu’sy Syarafi’l Waafiy fii `Ilmi’l Fiqhi wa’l `Aruudl wa’t Taariikh wa’n Nahwi wa’l Qawaafiy” karya Abu Muhammad Isma’il ibn Abi Bakr Al-Yamaany atau yang lebih dikenal sebagai “Ibnul Muqri’”. Lahir tahun 754 H / 133 M dan wafat tahun 837 H / 1433 M.


Buku ini, kalau dibaca semuanya secara horizontal dari kanan ke kiri, yang kita temukan adalah buku Fiqih Syafi’iyyah standar. Sedangkan kalau dibaca secara vertikal dari atas ke bawah, maka kita akan menemukan empat buku lagi. Kalau dibaca huruf-huruf awal tiap baris, maka isinya adalah buku Ilmu `Arudh (ilmu wazan Syair Arab). Kalau dibaca huruf-huruf pertengahan pertama tiap baris, maka isinya adalah buku Tarikh (Sejarah Daulah Yaman waktu itu). Sedangkan jika yang dibaca adalah huruf-huruf pertengahan terakhir, maka isinya adalah buku Ilmu Nahwu (Gramatika Bahasa Arab). Sedangkan jika yang kita baca adalah huruf-huruf terakhir tiap baris, maka isinya adalah buku Qafiyah (Ilmu Sajak Syair Arab). Menakjubkan memang!
Buku ini tebalnya sekitar 300 halaman. Ceritanya, buku ini adalah gayung sambut untuk melampaui buku unik lainnya yang ditulis oleh Qadhi Yaman Majduddin Asy-Syairazy sebagai hadiah untuk Sultan Yaman waktu itu, Ismail ibn `Abbas Al-Asyraf. Buku tersebut tiap awal barisnya selalu dimulai dengan tiga huruf: “a-l-f” (alif-laam-faa’). Nah, buku tandingan dari Ibnul Muqri’ itu selesai ditulisnya pada bulan Muharram tahun 804 H. dan dihadiahkan untuk ayahnya Sultan Al-Asyraf, yaitu An-Naashir (karena Sultan Al-Asyraf sudah meninggal).Selain di negara-negara Arab, manuskrip buku ini juga ditemukan di Paris dan Berlin.Buku ini pertama kali diterbitkan di Kalkuta, India. Kemudian diterbitkan lagi di Percetakan Al-`Aziziyyah di kota Aleppo (Halb) tahun 1292 H. Cetakan terakhir mungkin adalah cetakan kuno terbitan Yayasan Darul `Ulum di kota Doha – Qatar tahun 1396 H / 1976 M. yang kemudian dicetak ulang lagi tahun 1400 H / 1980 M. di yayasan yang sama.
Bagaimana..?
Kagum dan bangga..?
Atau… Ada yang berminat mengkreasi hal yang sama..?



Dikutp dari
http://salafyitb.wordpress.com/category/umum

Kenapa Mesti Pakai Fa 'A La?


Kenapa wazan sharaf menggunakan kata فَعَلَ ?


Untuk yang pernah belajar sharaf, pasti tau bahwa wazan tashrif menggunakan kata fa’ala..  pada tutorial ilmu sharaf yang kami buat pun kami gunakan wazan fa’ala..tapi pernahkah kita bertanya, kenapa dipilih kata ini?? mari kita simaka jawabannya:

Apa itu wazan sharaf (tashrif)?

Standar (rumus) yang ditetapkan ulama sharaf untuk mengetahui kondisi susunan kata

Apa faidah wazan?

Menjelaskan kondisi kata serta perubahannya, kata pokok dan tambahannya, dengan ungkapan paling ringkas dan lafadz termudah

Kenapa Ulama Sharaf menjadikan kata “فَعَلَ “ yang memiliki arti “telah melakukan” sebagai rumus perubahan (tashrif)?

    * Kata yang dapat berubah dan memiliki banyak bentuk perubahan adalah fiil dan isim yang terkait dengannya

    * Unsur penyusun ( ف ع  ل ) adalah unsur yang paling sempurna dan paling umum. Setiap kejadian / perbuatan disebut dengan fi’il

    * Makhroj huruf ada tiga : tenggorokan (halq), lidah (lisan) dan dua bibir (syafatain). Kata فَعَلَ meliputi semua makhroj dimana ف   syafatain, ع tenggorokan, dan ل  lidah.

    * Karena kata فَعَلَ termasuk tsulasy (terdiri dari 3 kata) sedangkan jenis tsulats adalah lafadz arab yang paling banyak digunakan. Karena kalau diambil kata dari jenis ruba’iy dan khumasy sebagai rumus, tidak memungkinkan untuk jenis tsulatsy kecuali dengan membuang 1 atau 2 huruf sedangkan menambah lebih mudah dari mengurangi.

disarikan oleh Khairul Umam Al Batawy
dari Diktat Kuliah Ilmu Sharaf 1,
 Al Maadinah International University

Kamis, 10 November 2011

KECELEK*


Raine bingar
Lambene mesem
prasasat lintang sumunar
Enteng langkahe
Mantep atine
Lawange suwarga
Prasasat sejangkah ing ngarep mata

Bluar…..duar……
Emboh mau,endi sing kabukak menga
Lawang suwarga utawa lawang neraka
Sing jelas lobine hotel ajur
Regale greja mumur
Bathang pating gumlenthang
Kaya pindhang mateng kepanggang

Kafir utawa muslim,
Ora perduli priya utawa wanita
Sapa sing cedak
Mesthi kecandak
Bakal gumlethak
Ajur mumur kaya pudak
dipidak-pidak

Ana maneh kang lumangkah
Lakune gagah
Atine kabuncah rasa sumringah
Prasasat katiban ndaru
Mantep kaya tinampa wahyu
Kenceng tekate
Mancep imane
Paribasan suwarga arep kecawe

Gler…bler………
Embuh apa sing dirasa
Sing jelas,bangunan ajur sakkedeping netra
Ana café njleput
Ana bangunan mumut
Akeh manungsa pating jerit
Pada bluru dadi mayit

(sing sapa wonge mateni kafir mu’ahad
  dheweke tan bakal bisa mambu arume suwarga
  lan wangine suwarga wis bisa karasakake
  adohe lelaku patang puluh taun lawase**)
Apa…………………………………………………………?
Ambune wae ora?
Ampun Rabbi

Suwarga mung ono ngimpi
Sing kasil, among kapitunan ing saklumahing bumi
Sing jelas, among gawe sengsara sesami
Gawe kesruhing kahanan negari
Nikmat suwarga urusane Ilahi Rabbi
Sing genah,siksa kang nggegirisi ati
Wis ndaplang anggone ngenteni
____________________________________________________________________________
*Kecelek artine getun lan rumangsa kuciwa
**kapetik saking sabda Nabi shalallahualaihiwasallama

{Geguritan iki karakit dening Abu Qomar lan Abu Mas’ud,pengasuh ing sajroning SDI Darul Arqom Surabaya}

Kamis, 27 Oktober 2011

Daurah Islam Ilmiyyah Surabaya

Insya Allah, akan dilaksanakan acara Daurah / kajian  ISLAM di surabaya:
- Hari / Tanggal : Ahad / 2 Dzulhijjah 1432 H atau 30 Oktober 2011 M
- Waktu : Mulai Jam 09.00 sampai Zuhur
- Penceramah : Al Ustadz Usamah Mahri, Lc. (dari Malang)
- Tempat         : Masjid Darul Arqom – Perumahan Babatan Indah 35-37 Wiyung – Surabaya
- Tema Kajian : Tujuh Perkara Yang Membinasakan
- Siaran daring/Online : www.annashradio.com
- Kontak :             0811-300023 (Abu Hamzah Penta Satriya)

* wanita disediakan tempat terpisah

Rabu, 19 Oktober 2011

Kau Layak Dipuji atau Dikasihani?

di samping kalian ada seorang ibu?
sudahkah engkau ajari dia bagaimana cara berwudhu?
jika belum,kenapa kalian lelah2 mencari mad'u?
untuk membesarkan nama "jemaahmu"?


Di sampingmu,masih adakah seorang ayah?
sudahkah kau tuntun dia tentang akidah?
sudikah kau sedikit lelah
mengajari dia ibadah
untuk membalas dia yang besusah payah
membesarkan kalian tanpa upah?


Di sisimu adakah seorang saudara?
sudahkah kau ajari ia mengenal Allah nya?
jika belum kau ajari dia
kenapa kau sibuk merangkai massa?
atau sibuk menebar pesona?


ayolah,kuajak kau berpikir waras
jika kau selamat lalu mereka tergilas
akankah itu dinamakan keberhasilan yang pantas?
atau kebodohan yang terlalu jelas?


merekalah hidupmu
lenteramu
darah dan benihmu
lalu kau sibuk dengan sekelilingmu
lalu lupa pada keluargamu?


ayolah,kita berfikir sehat
jangan menjadi pahlawan yang sok kuat
jika keluarga sendiri belum terawat


aku lebih senang mengenalmu sebagai orang biasa
tapi sukses mengawali dari keluarga
bahagia membangun biduk dalam ajaranNYA
kaffah aqidahnya,bagus ibadahnya,terpuji muamalahnya


dan aku tertawa melihatmu dengan sederet puji
ustadz,murobbi,da'i atau tholibul ilmi
tapi keluargamu sholat aja tak ngerti
engkau adalah miskin yang layak disantuni
bukankah begitu,wahai pemilik hati?

Kamis, 07 Juli 2011

Berhias Dengan Nama Islami (Bag 2)

KAIDAH DAN SYARAT MEMBERI NAMA
Merupakan keharusan seorang ayah memilihkan nama yang bagus lafadznya, baik maknanya, mudah pengucapannya serta jauh dari unsur penamaan yang diharamkan.
Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah tentang kaidah memberi nama:
  1. Hendaknya nama itu berasal dari bahasa Arab dan sesuai dengan lisan Arab
  2. Diusahakan dalam memberi nama itu yang bagus maknanya, baik secara bahasa maupun syariat.
  3. Nama ini hendaknya bersih dari unsur Tazkiyyah (membagus baguskan diri) dan tidak pula nama ini mengandung celaan.(Lihat Tasmiyyatul Mauludhal.39–40)
Berkata Al Imam Al Albani rahimahullah:
“Oleh karena itu, aku berpendapat bahwa tidak layak memakai nama Izzuddin, Muhyiddin, Nashiruddin, dan yang semisalnya. Termasuk pula nama yang jelek yang tersebut di masa kini dan biasa seorang bapak menamai anak gadisnya dengan nama Wishal, Siham, Nihad,Ghadah, Fitnah, dan nama jelek yang semisal. Nama- nama ini harus dirubah dengan nama–nama yang baik.”
Maka seyogyanya bagi kita kaum muslimin untuk memuliakan seorang anak dengan hiasan nama yang Islami tatkala mereka memiliki anak.Teladan kita, Nabi shalallahu alaihi wassalam sangat bersungguh–sungguh dalam memilih nama. Sampai hati–hatinya beliau untuk masalah nama, beliau melarang menggabungkan nama Muhammad (nama beliau shalallahu alaihi wassalam) dengan kunyah Abul Qasim. Dan beliau shalallahu alaihi wassalam pula bersabda:
“Nama yang paling dicintai di sisi Allah Ta’ala adalah Abdullah dan Abdurrahman.”(H.R Muslim)
Al Imam Al Mawaridhi menyebutkan sejumlah tata cara memberi nama sebagai berikut:
  1. Hendaknya nama itu diambil dari nama orang yang baik agamanya dari kalangan nabi dan rasul, hamba–hamba yang shalih, dan orang yang dikenal karena kebaikannya. Dengan nama itu ia meniatkan taqarrub kepada Allah Ta’ala serta dalam rangka mengikuti Allah Ta’ala yang menakdirkan pemberian nama yang bagus kepada para hambanya itu. (Maksudnya, dengan penamaan itu kita meniatkan untuk mendoakan anak kita agar bisa mencontoh akhlak mulia dari orang–orang shalih tersebut–red).
  2. Hendaknya nama itu ringkas, ringan diucap, dan gampang diingat.
  3. Hendaknya nama itu bagus artinya lagi sesuai dengan yang dinamai.

NAMA–NAMA YANG DISUKAI MEMAKAINYA
1. Abdullah dan Abdurrahman.
Kedua nama ini telah tsabit dan pasti disukai Allah Ta’ala sebagaimana hadits yang telah lalu dari riwayat Muslim. Kedua nama ini mengandung penghambaan pada Allah Azza wa Jalla. Bahkan Allah Ta’ala khususkan penyebutan keduanya dalam firmannya:

وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا [٧٢:١٩]

“Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.”(Q.S. Al-Jin 72:19)

 وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al Furqon 63).
Dan Nabi shalallahu alaihi wassalam menamai anak pamannya dengan nama Abdullah (yakni Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma). Begitu juga saat menamai bayi Muhajirin pertama di Madinah, Abdullah bin Zubair. Dikatakan Al Hafidz Ibnu Shalahbahwa ada sekitar 220 orang shahabat radhiyallahu anhum yang bernama Abdullah.Bahkan Al Iraqi mengatakan jumlahnya 300-an.
Dinukil dari kitab Tuhfatul Waduud fii Ahkaamil MauluudIbnu Hazm rahimahullah berkata:
“Telah bersepakat ahlul ilmi tentang baiknya menamai dengan nama yang disandarkan kepada Allah semisal Abdullah, Abdurrahman, dan yang serupa dengannya (seperti Abdul Baar, Abdul Aziiz, dan semisalnya–red).”
2. Nama Para Nabi dan Rasul
Ibnu Hazm menukil dalam Maratibul Ijma tentang kesepakatan ahlul ilmi bahwa menamai anak dengan nama nabi dan rasul adalah boleh.
Hal ini berdasarkan kisah dalam hadits dari Yusuf putra Abdullah bin Sallam radhiyallahu anhu:
“Nabi shalallahu alaihi wassalam menamaiku Yusuf dan mendudukkanku di pangkuannya serta mengusap kepalaku” (H.R Bukhari dalam Al Adaabul Mufrad)
Paling utamanya dari nama para nabi adalah Muhammad. Al Imam Muslimmeriwayatkan dalam Shahihnya dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata:
“Berilah nama dengan namaku dan jangan sampai kalian berkunyah dengan kunyahku karena akulah Al Qasim (sang Pembagi), aku membagi di antara kalian dengan adil.”
Berkata Al Qadhi Iyyadl:
“Kunyah ini dilekatkan kepada beliau shalallahu alaihi wassalam karena sifat yang benar tepat melekat pada beliau.Atau bisa jadi juga karena nama anak pertama beliau.”
Dalam hal ini penulis menukilkan pendapat yang paling pertengahan dari Ibnu Qayyim Al Jauziyyah.Beliau mengatakan dalam Zaadul Maad:
“Yang benar bahwa dibolehkan memakai nama beliau, sedangkan berkunyah dengan kunyah beliau dilarang saat ini.Larangan itu berlaku keras saat beliau masih hidup.Menggabungkan nama Muhammad dengan kunyah Abul Qasim juga dilarang.”
Pembahasan tentang perselisihan dan pembahasan masalah ini bisa dilihat di kitabTuhfatul Wadud fii Ahkamil Mauluud.
3. Nama Para Shahabat Atau Orang Shalih.
Hal ini dicontohkan oleh Az Zubair Ibnul Awwam radhiyallahu anhu dengan memberi nama sembilan anak lelakinya dengan nama para shahabat Rasulullah yang menjadi syuhada’ dimedan tempur–radhiyallahuanhum.
Bahkan Rasulullah shalallahu alaihiwassalam bersabda:
“Sesungguhnya umat–umat terdahulu menamai anak–anaknya dengan nama para nabi dan orang–orang shalih sebelum mereka.” (HR. Muslim)
NAMA–NAMA YANG DILARANG
Syariat telah menetapkan dilarangnya memberi nama dengan nama–nama berikut:
1. Nama yang Mengandung Penghambaan Kepada Selain Allah Ta’ala.
Hal ini banyak kita lihat pada orang Syiah Rafidhah yangmenamai dengan Abdu Ali, Abdur Rasul, Abdul Hasan, Abdul Husain, dan sejenisnya.
Telah tsabit dalam sunnah, Nabi shalallahu alaihi wassalam mengganti nama Abdurrahman bin Auf dari nama asalnya, Abdu Amr.
Termasuk kesalahan adalah kaum muslimin menamai anak dengan penghambaan kepada nama–nama Allah padahal itu bukan Asmaul Husna. Penulis pernah menyaksikan hal ini pada sebagian besar anggota ormas shufi terbesar di negeri ini.Contohnya: Abdur Raghaib, Abdul Faaliq, Abdul Ma’bud, ataupun Abdul Maujuud.
Adapun untuk Abdul Muththalib, ada nash khusus yang berisi persetujuan Rasulullah dalam penyebutannya.
2. Menamai Anak dengan Asmaul Husna yang Terkhusus Untuk Allah.
Seperti: Ar Rahman, Ar Rahiim, Al Baari, dan sejenisnya.
Berkata Al Imam An Nawawi dalam Al Minhaj:
“…haram juga menamai anak dengan nama–nama yang khusus bagi Allah seperti Ar Rahman, Al Quddus, Al Muhaimin, dan Khaliqul Khalaq”
3. Memberi Nama Anak dengan Nama Berhala Kaum Musyrikin
Contoh: Latta, Uzza, Kresna, Wisnu,Brahma,dan nama dewa–dewa lain.
4. Nama–Nama yang Mengandung Unsur Kedustaan Karena Artinya Nama Itu Tidak Mungkin Sesuai dengan Hakikat Manusia.
Contoh: Maliikul Amlaak (kalo di Indonesiakan: Raja Diraja), Sayyidul Mu’minin (Pemimpin Orang Muslim ) dan sejenisnya.
Bersabda Rasulullah shalallahu alaihiwassalam:
“Nama yang paling jelek di sisi Allah di hari akhir adalah lelaki yang dinamai Raja Diraja.” (HR Bukhari)
5. Memberi Nama dengan Nama Setan Dan Jin.
Contoh: Ummu Sibyan, Ajda’, Khinzab, dan sebagainya.
6. Memberi Nama Anak dengan Nama yang Sering Dipakai Kaum Kuffar
Cotoh: Steven, Jessica, Yulia, Made, Nyoman, dan sejenisnya.
Hal ini masuk kedalam bentuk tasyabbuh kepada mereka,sebagaimana diterangkanSyaikh Ahmad Al Asywawi dalam kitab Ahkamu Ath Thifli.
NAMA–NAMA YANG MAKRUH
1. Menamai Anak yang Maknanya Tidak Baik
Contoh: Harb (perang), Nadiyah (jauh dari air), Dain (hutang), dan sejenisnya.
Meliputi ini adalah nama–nama penyakit yang menimpa manusia, aib, dan sebagainya.
2. Menamai Anak dengan Nama yang Menunjukkan Dosa, Tokohnya, Dan Kemaksiatan.
Contoh: Zalim, Hamman, Fir’aun, dan sejenisnya.
3. Memberi Nama yang Disandarkan Kepada Agama (ad-dien).
Contoh: Amiruddin (pemuka agama), Nashiruddin (penolong agama), dan lain sejenisnya.
Pun juga menyandarkannya kepada Al Islam.
Contoh: Sayyidul Islam, Saiful Islam, dan sebagainya.
Adasebagian ulama yang mengharamkan nama–nama ini. Akan tetapi yang kuat adalah pendapat keumuman jumhur ulama, yaitu makruh.
Berkata Al Imam An Nawawi rahimahullah:
“Aku tidak halalkan orang–orang menggelariku dengan nama Muhyiddin (penghidup Agama).” (lihat Bahjatun Nadhirin Syarh Riyadhush Shalihin.)
4. Tidak Disukai Menamakan dengan Nama Melebihi 2 lafadz Jika yang Dimaksudkan Untuk Maksud yang Tidak Benar.
Saya contohkan disini: Muhammad Ilham.
Nama yang dikehendaki bapaknya adalah Muhammad. Sedangkan Ilham di sini, bapaknya menamai demikian agar mendapat berkah atau tabarruk dengan kata ilham.
Lagipula penamaan seperti susunan 2 huruf atau lebih ini tidak ada tuntunannya oleh para nabi dan shahabat.
Adapun jika dia menamai dirinya dengan 2 lafadz kata untuk pengenalan maka ini tidak apa–apa. Sebagai contoh, bapaknya dulu menamainya Bambang dan ia sudah terkenal dengan nama itu. Lalu ia merasa nama Bambang itu kurang Islami, maka ia tambahi jadi Abdurrahman Bambang. Soalnya jika ia hanya memakai Abdurrahman, orang–orang tidak mengenalinya. Jenis yang kedua ini justru diperbolehkan.
5. Tidak Disukai Menamai Anak dengan Penamaan yang Bergabung dengan Kata Allah dan Rasul.Contohnya Nashrullah, Hizbur rasul, dan semisalnya.
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah telah membahasnya dengan bagus di risalahnya, Mu’jam Al Manahi.
6.Sebagian ulama tidak suka dengan penamaan nama malaikat dansurat Al Qur’an.
      Saya contohkan seperti Jibril, Mikail, Yaasin, Thoha, dan sebagainya.Wallahu a’lam bish shawwab.
7.Makruh menamai anak dengan nama yang mengandung tazkiyyah (menyucikan diri).
Rasulullah pernah mengganti nama anak Umar bin Khaththab yang semula Ashiyyah (wanita yang maksiat) menjadi Jamilah (wanita yang cantik). Haditsnya ada dalam Shahih Muslim dan Sunan Abi Dawud.
Berkata Abu Thayyib rahimahullah:
“Beliau tidak mengganti Ashiyyah menjadi Muthiah(gadis yang penuh ketaatan) padahal ini adalah lawan dan kebalikannya.Indikasinya,beliau memilih Jamilah karena menghidari tazkiyyah (mensucikan diri).” (dinukil secara makna dari Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud). 
MENGGANTI NAMA YANG KURANG BAIK
Aisyah radhiyallahu anha mengkisahkan:
“Adalah dulunya Rasulullah shalallahu alaihiwassalam mengubah nama-nama yang buruk menjadi nama-nama yang baik.” (HR Tirmidzi dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani)
Beliau pernah mengganti nama Hazun (sedih) menjadi Sahl (mudah), Harb (perang) menjadi Salam (keselamatan) dan masih banyak lagi.
Beliau juga mengganti nama kedua istrinya yang sama sama bernama Barrah (kebajikan) menjadi Zainab dan Juwairiyyah untuk menghindari kerancuan dan tazkiyyah.
Dan yang menjadi petunjuk beliau shalallahu alaihiwassalam adalah mengganti nama yang jelek tadi dengan nama yang bagus dan berdekatan lafadznya. Contohnya Jatstsimah menjadi Hassanah, Harb menjadi Salam, dan sebagainya.
SUNNAHNYA BERKUNYAH
Kunyah adalah nama yang dimulai dengan Abu, Ummu, Ibnu, atau Bintu.
Contoh kunyah seperti Abu Isa, Ummu Abdillah, Ibnu Umar,atau Bintu/Ibnatu Hasan.
Hukumnya sunnah, sayang sekali banyak kaum muslimin melupakannya.
Dikisahkan oleh shahabat Abu Syuraih radhiyallahu anhu bahwa dulunya ia diberi kunyah kaumnya dengan Abul Hakam.
Maka Rasulullah shalallahu alaihiwassalam mengatakan padanya:
“Sungguh Al Hakam itu adalah nama Allah. KepadaNya-lah semua hukum kembali.”
Abu Syuraih radhiyallahu anhu berkata:
“Sesungguhnya kaumku bila bertikai datang mengadu kepadaku. Lalu aku menghukumi mereka hingga mereka ridha pada hukumku.”
Rasulullah shalallahu alaihiwassalam berkata:
“Sangat menarik sekali. Lalu siapa saja nama anak–anakmu?”
Aku menjawab: “Syuraih, Muslim,dan Abdullah.”
Beliau shalallahu alaihiwassalam bertanya: “Siapa yang tertua?” Kujawab: “Syuraih
Beliau shalallahu alaihiwassalam bersabda: “Sekarang kunyahmu Abu Syuraih.”
Dalam dialog yang diriwayatkan Abu Daud dalam Sunannya ini dapat kita ambil faidah:
  • Orang tua hendaknya berkunyah dengan nama anaknya yang paling besar. Jadi di depan namanya tercantum kunyahnya seperti: Abu Husain Abdullah, Ummu Husain Salma, dan sejenisnya.
  • Jika ia tak memiliki putra, ia bisa berkunyah dengan siapa saja anaknya yang tertua.
  • Larangan berkunyah dengan nama–nama Allah, seperti Abul Hakam, Abur Rahman, dan sejenisnya
SUNNAHNYA MEMBERI KUNYAH PADA ANAK
Kunyah dapat diberikan kepada anak kecil atau orang yang belum memiliki anak.
Dalilnya adalah:
  1. Rasulullah shalallahu alaihiwassalam memanggil saudara Anas bin Malik radhiyallahu anhu dengan Abu Umair, padahal ia masih kecil sekali. (lihat:Shahih Bukhari bab Memberi Kunyah untuk Anak kecil dan Orang yang Belum Punya Anak)
  2. Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu berkunyah dengan Abu Hafsh padahal ia tak punya anak yang bernama Hafsh
  3. Abdullah bin Abi Quhafah radhiyallahu anhu berkunyah dengan Abu Bakr (Ash Shiddiq) padahal anaknya tak ada satupun yang bernama Bakr
  4. Dari kalangan wanita, Ummul Mukminin Aisyah berkunyah dengan Ummu Abdillah padahal beliau tak pernah melahirkan. Dan kunyah beliau ini yang memberikan Rasulullah shalallahu alaihiwassalam.
Demikian akhir dari pembahasan kami ini. Besar harapan penulis, pembahasan ini berfaedah dan menjadi semacam penggerak untuk menjalankan sebuah sunnah yang mulai terpinggirkan: Berhias Dengan Nama Islami.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thoriq.
Ditulis oleh Al-Akh Al-Fadhil Abu Mas’ud Abdurrahman Jarot Al-Magetani